---------- Selamat Datang ---------- Welkom ---------- Welcome ---------- Bienvenue ---------- Willkommen ---------- Aloha Mai ---------- Swaagatam ---------- Velkomin ---------- Benvenuto ---------- Wëllkomm ---------- Ulo Kumyn Denen Zhyna ---------- Dobro Pozhalovat' ---------- Bienvenidos ---------- Wilujeng Sumping ---------- Yin Dee ---------- Hosh Keldingiz ---------- Irashaimasu ---------- Sugeng Rawuh ---------- Pari Yegak ----------

Sunday, May 6, 2012

A Candle of Hope

Prakata
Halo, apa kabar semuanya, setelah hampir 2 tahun  saya tidak memposting hal baru di blog saya ini (terakhir 20 Agustus 2010) akhirnya saya mempunyai ide untuk memposting hal baru. Maklum, dalam rentang waktu tersebut saya sedang berjuang untuk memperbaiki taraf hidup saya untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, entah itu untuk saya sendiri, maupun orang-orang yang ada disekitar saya. Belum lagi, ditempat saya bertugas di Indonesia Timur sekarang ini, banyak memiliki keterbatasan fasilitas serta infrastruktur. Bayangkan.. sinyal 3G aja baru masuk sini sekitar 1 minggu yang lalu! itupun masih naik turun! mau baca koran?? ada... tapi koran nasional yang dijual di penjual-penjual koran selalu koran yang sudah terlewat 1 hari (baca koran hari senin di hari selasa, begitu seterusnya), lumayan membuat saya malas baca koran, karena beritanya sudah basi. Koran lokal juga ada, tapi lebih parah, baru-baru ini ada koran lokal yang memuat berita bulan Februari yang lalu! seketika langsung saya banting koran tersebut. Hmmm.. selain itu, kesibukan kerja yang ada cukup menyita waktu saya. Kesemuanya ini cukup membuat saya ketinggalan dari berbagai informasi serta perubahan-perubahan yang ada.
Terkadang saya jadi miris  ketika melihat berita para pemimpin di negeri ini lebih asyik berdebat dan saling berpolitik satu sama lain disaat ada daerah di negeri ini yang belum cukup maju atau setengah-setengah kemajuannya.
Well, sebenarnya banyak hal yang mau saya tulis di Blog saya ini, sebegitu banyaknya hingga saya bingung mau memulainya dari yang mana. Sejenak saya mau melanjutkan topik saya yang dulu, tapi... tunggu dulu... ada hal yang mengusik pikiran saya sejak kemarin. Inspirasi baru dari seseorang yang saya rasa sungguh sangat-sangat inspiratif, begitu inspiratifnya orang tersebut hingga mengusik saya untuk mengurangi waktu istirahat saya kali ini. Saya pun mempunyai tema baru untuk dimasukkan di blog saya ini : Inspirational People. Yap! orang-orang yang mampu menginspirasi orang-orang lain untuk berbuat sesuatu yang lebih baik.

Ini dia cerita pertama saya mengenai orang-orang tersebut...


Angkie Yudistia, One of The Most Inspiring People in Indonesia
Angkie Yudistia
A Candle of Hope | Pantang menyerah, selalu semangat dan tidak mengenal putus asa. Itulah gambaran sekilas yang saya tangkap dari Angkie Yudistia. Seorang yang menderita tunarungu semenjak berusia sepuluh tahun. Sebetulnya orang-orang lain sudah lama mengetahui sosok Angkie Yudistia, akan tetapi saya baru tahu soal Angkie melalui kicauan tweet seorang sahabat masa SMA saya di saat sedang membuka twitter. Kicauan teman saya tersebut cukup membuat saya penasaran, so... saya pun mencari hal-hal atau sedikit cerita mengenai Angkie di Internet.
Dan setelah saya sedikit berselancar di dunia maya, saya menemukan beberapa ulasan mengenai Angkie Yudistia. Kesimpulan dari cerita-cerita yang saya baca tersebut sungguh amat minimalis : WAOW! This woman it’s so AMAZING!
 
Sekilas, tak ada yang menyangka wanita cantik kelahiran Medan, 5 Juni 1987 ini memiliki keterbatasan. Telinga Kanan Angkie mampu mendengar suara 70 desibel sedangkan yang kiri 98 desibel, sementara rata-rata percakapan manusia adalah 40 desibel. Hal itulah yang menyebabkannya divonis Dokter menderita Tuna Rungu ketika masih berusia 10 tahun. Angkie pun hanya bisa mendengar jika menggunakan Hearing Aid (alat bantu dengar) saja. Meski hal itu membuatnya terguncang, namun ia dan keluarga tetap memutuskan agar dirinya menempuh pendidikan di sekolah umum. Praktis, keterbatasan Angkie itu menimbulkan banyak masalah selama belajar di SD hingga SMA. Tak jarang, Angkie sering kali dicaci dan dihina oleh kawan sebaya dengan diledek “budeg” atau “tuli” di lingkungannya. Guru di sekolahnya juga sering menegurnya karena di anggap tidak mendengarkan ketika di panggil. Ketika itu, rasa malu memang membuat Angkie menutupi jati dirinya sebagai penyandang Tuna Rungu. Angkie menyalahkan kondisi dan keadaannya. Dia mempertanyakan kepada Tuhan mengapa dia harus begini. Angkie bingung hendak menyalahkan siapa, karena orangtuanya pun tidak pernah memperlakukannya berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Hingga suatu ketika, seorang bapak di kereta api menyadarkannya untuk bangkit. Singkat cerita, sejak saat itu Angkie pun mulai bisa menerima keadaan dan berusaha menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Bungsu dari dua bersaudara itu pun berusaha bangkit dan mengejar ketertinggalan. Dia tidak lagi minder ataupun patah arang untuk menjalani pendidikan. Bahkan ia bertekad untuk menyelesaikan bangku kuliah hingga gelar Sarjana. Agar tak tertinggal pelajaran di sekolah, ia belajar dua kali lebih keras dari teman-temannya. Setiap pulang sekolah Angki pasti mengikuti les tambahan, dia juga banyak membaca buku. 
Hingga pada akhirnya lulus SMA, Angkie harus kembali menerima suatu dilema, ketika Dokter yang merawatnya memberikan saran untuk tidak melanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi (kuliah), karena stress ditakutkan akan memperparah kondisi pendengaran Angkie. Namun Angkie menolaknya dengan tegas dan ngotot untuk tetap meneruskan pendidikannya, menurutnya kala itu “memilih tidak kuliah, sama saja jadi stress”. Hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan kuliah di Jurusan Periklanan di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) 3,5. Di kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar Master Ilmu Komunikasi setelah lulus dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi.
Dengan segala keterbatasannya, Angkie Yudistia juga menorehkan segudang prestasi lainnya. Semasa kuliah, Angkie selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Ia merupakan finalis Abang None Jakarta mewakili wilayah Jakarta Barat pada 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, Miss Congeniality dari Natur-e, serta terpilih sebagai salah satu wakil Indonesia di acara Asia-Pacific Development Center of Disability di Bangkok, Thailand, dan berbagai macam prestasi lainnya.

Di usianya yang masih 25 tahun, Angkie Yudistia sudah menjadi Founder dan CEO (Chief Executive Officer) Thisable Enterprise. Angkie mendirikan perusahaan konsultan komunikasi yang fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang yang memiliki keterbatasan fisik serta memperjuangkan isu kaum difable (Different Ability People) tersebut bersama rekan-rekannya. Hal tersebut berawal dari keprihatinannya atas tidak banyaknya kaum difabel yang bisa mendapatkan kesempatan kerja di dunia formal. Angkie kemudian mencetuskan gerakan pita biru bagi kaum difabel, dia tidak ingin kesuksesannya menembus keterbatasan yang ia miliki hanya dinikmatinya sendiri. Sebagai seorang manusia biasa, ada sebuah perasaan miris atau sebal yang diterima dari Angkie, seperti saat ia tidak diterima bekerja karena tidak bisa menerima telepon. “Padahal orang difable punya hak yang sama dengan yang fisiknya normal. Mereka juga sudah berusaha mencari pekerjaan, tetapi tetap saja dianggap tak mampu apa-apa.”

Sekarang, Pemilik tinggi 170cm dan berat 53kg ini telah berpengalaman bekerja sebagai Humas di berbagai perusahaan ternama, baik dalam atapun luar negeri. Berbagai prestasi dan semangatnya itulah yang pada akhirnya membuat Angkie tergerak untuk memotivasi para penyandang difable lainnya. Sehingga Angkie mulai mulai melibatkan diri dalam kegiatan sosial dengan bergabung dengan Yayasan Tunarungu Sehijara pada 2009. Sejak saat itu hingga kini, ia pun kerap jadi pembicara dan menjadi delegasi Indonesia di berbagai kegiatan Internasional di manca negara yang berkaitan dengan kaum difable
Kepedulian pemilik tinggi 170cm dan berat 53kg itu pun terus berlanjut dengan meluncurkan sebuah buku berjudul 'Invaluable Experience to Pursue Dream' (Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas) akhir 2011 lalu. Sebuah karya yang berisi pengalaman hidup dan pemikirannya. Lewat buku tersebut, Angkie mengaku ingin memotivasi para penyandang difable agar bangkit dan melawan keterbatasan fisik mereka. Ia pun berharap buku itu menyadarkan setiap orang agar jangan mendiskriminasi orang sepertinya. Buku tersebut bukan hanya ditujukan untuk penyandang difable saja, tapi juga untuk mereka yang normal. Menurut Angkie, mereka yang difabel memang beda, tapi bukan untuk dibedakan. Angkie pun menjual merchandise yang hasil dari keuntungannya disumbangkan untuk alat bantu bagi kaum difable agar mereka tidak lagi terkungkung dalam keterbatasan.

Ada satu pelajaran yang didapat dari seorang Angkie, bahwa seorang difable dan orang yang mempunyai kekurangan tidak serta merta merasa terpinggirkan dari pergaulan. Bahkan, justru semakin menunjukkan, bahwa mereka yang difable dan yang memiliki kekurangan, bisa seperti mereka yang normal. Angkie pun bangga dilahirkan seperti ini. Angkie memang beda, tapi Angkie yakin ada maksud dan tujuan Tuhan kenapa Angkie seperti ini.


Terima kasih untuk Sahabat saya Hendra Novianto (@katropolisss) atas Informasinya dan kicauannya di twitter. Karena kicauannya tersebut, saya jadi mengetahui sosok Angkie yang luar biasa inspiratif ini. 
Capture screen dari kicauan teman saya di twitter yang membuat saya penasaran, kemudian saya ReTweet
Dan untuk Angkie, teruslah menginspirasi banyak orang, negara ini sudah cukup banyak memiliki orang-orang yang cerdas dan pintar, negara ini cuma butuh semangat, rasa optimis, dan selalu berpikiran positif. This country is owe a thank you, because all that we need is just a candle, candle of hope. Ya, Sebuah Lilin Harapan...

Sekian.

* * *


Sumber :
Harian KOMPAS, Minggu, 16 Oktober 2011, Urban : Umum, Tren, dan Klasika :  Angkie, Mendengar Dengan Hati
Link : 
Twitter Angkie Yudistia
Facebook Angkie Yudistia 
Webiste Angkie Yudistia 

* Tulisan ini dibuat karena kekaguman saya atas Semangat dan Etos Kerja Angkie Yudistia yang Pantang Menyerah ditengah keterbatasannya dan membuahkan banyak Prestasi hingga mampu menginspirasi banyak orang. Begitu kagumnya saya, hingga sesaat berpikir, tidak seharusnya saya berhenti menulis atau stop doing something di tengah keterbatasan informasi, fasilitas dan infrastruktur di tempat saya bertugas. Yap! saya harusnya malu dan berhenti mengeluh, begitu juga dengan orang-orang dan mereka-mereka yang pesimis dengan kemajuan negara dan bangsa kita ini. Jika seorang Angkie Yudistia di tengah keterbatasannya bisa, kenapa kita tidak? 

©2012|Yudha743™

2 comments:

  1. Bangsa ini hanya butuh pikiran positif untuk terus melakukan yang terbaik dan sebuah langkah untuk untuk memulai hal baik.

    ReplyDelete
  2. udah ..
    yuk maen CS lagi ...

    ReplyDelete