---------- Selamat Datang ---------- Welkom ---------- Welcome ---------- Bienvenue ---------- Willkommen ---------- Aloha Mai ---------- Swaagatam ---------- Velkomin ---------- Benvenuto ---------- Wëllkomm ---------- Ulo Kumyn Denen Zhyna ---------- Dobro Pozhalovat' ---------- Bienvenidos ---------- Wilujeng Sumping ---------- Yin Dee ---------- Hosh Keldingiz ---------- Irashaimasu ---------- Sugeng Rawuh ---------- Pari Yegak ----------

Sunday, May 13, 2012

Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100)'s Joy Flight, Sebuah Pita Hitam

Indonesia tengah berduka  |  Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Rabu, tanggal 9 Mei 2012, terjadi sebuah tragedi. Sebuah pesawat penumpang produksi pertama yang diproduksi di Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet, Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) dengan nomor penerbangan RA36801 hilang ketika sedang melakukan Demo Flight (Joy Flight), sebuah penerbangan demonstrasi yang diseleggarakan oleh PT Trimarga Rekatama.

Setelah berhasil pada penerbangan pertama, dilakukan penerbangan demonstrasi yang kedua oleh pesawat ini dalam rangka promosi kepada konsumennya. Pada pukul 14:00 WIB (07:00 UTC), SSJ-100 lepas landas dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta yang dijadwalkan mendarat kembali ke titik awal keberangkatan. Dalam pesawat yang diproduksi pada tahun 2009 dan telah mengumpulkan lebih dari 800 jam terbang pada saat hilang ini terdapat 45 orang, yaitu 8 orang warga Negara Rusia (6 orang awak kabin, 2 orang perwakilan dari Sukhoi), dan 37 orang penumpang warga negara lainnya. Oleh karena penerbangan ini merupakan non-commercial flight, di antara penumpang terdapat perwakilan dari maskapai-maskapai di Indonesia, utusan perusahaan di bidang penerbangan di Indonesia, serta perwakilan dari media massa. Dari pihak maskapai yaitu Aviastar Mandiri, Batavia Air, Pelita Air Service, Sriwijaya Air, serta 14 penumpang dari maskapai penerbangan Sky Aviation. Dari media massa, 3 orang jurnalis asal Indonesia, Ismie dan Aditya Sukardi dari Trans TV dan Femi Adi dari saluran berita Amerika Serikat Bloomberg News, ada juga dari Majalah Kerdigantaraan Angkasa. Diantara para penumpang juga terdapat Peter Adler dari Sriwijaya Air yang memiliki paspor Amerika Serikat, Maria Marcela, warga negara Italia dan Nam Tran dari Esnecma yang memegang paspor Prancis. Dan kebetulan, salah satu penumpang yang berada dalam pesawat tersebut merupakan paman dari teman penulis.

Dari koordinat terakhir percakapan antara pilot dengan ATC (Air Traffic Controller) pada pukul 15:30 (08:30 UTC), Pesawat yang berangkat dari, dan dipiloti oleh Alexander Yablonstev (yang belakangan diketahui baru pertama kali menerbangkan pesawat di Indonesia) meminta izin untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki (3,000 m) ke 6.000 kaki (1,800 m). ATC kemudian memberikan izin dan komunikasi tersebut merupakan kontak terakhir dengan pesawat tersebut yang tak lama kemudian pesawat menghilang dari layar radar di ketinggian 1.900 meter (6.200 kaki) pada koordinat 06° 43' 08” Lintang Selatan dan 106° 43' 15” Bujur Timur. Koordinat ini diperkirakan di sekitar Cidahu Gunung Salak, Jawa Barat.

Sebuah pencarian di darat dan udara untuk pencarian pesawat ini pun segera dimulai, tapi dibatalkan karena malam tiba. Pada tanggal 10 Mei pukul 09:00 WIB (02:00 UTC), reruntuhan Superjet Sukhoi akhirnya ditemukan terlihat di tebing Gunung Salak, (6°42’35”S 106°44’03”E), pada ketinggian 1.500 meter. Hal yang diketahui hanya bahwa pesawat terbang searah jarum jam menuju Jakarta sebelum menabrak Gunung Salak. Laporan awal menunjukkan bahwa pesawat menabrak tepi tebing di ketinggian 6.250 kaki (1,910 m), meluncur menuruni lereng dan berhenti di ketinggian 5.300 kaki (1,600 m). Dari apa yang terlihat tidak ada tanda korban selamat. Karena bidang yang luas di mana puing-puing pesawat menabrak gunung, penyelamat menyimpulkan bahwa pesawat langsung menabrak sisi berbatu gunung dan “tidak ada peluang untuk hidup”. Lokasi kecelakaan itupun tidak dapat diakses oleh udara dan belum terjangkau oleh tim penyelamat pada malam hari pada tanggal 10 Mei. Beberapa kelompok dari personil penyelamat kemudian berusaha mencapai reruntuhan dengan berjalan kaki.

Peristiwa ini kemudian menarik banyak perhatian dari kedua negara, baik dari Indonesia maupun Rusia selaku negara produsen Sukhoi. Media massa, baik cetak maupun elektronik menjadikannya headline news serta topic utama. Di tingkat pemerintahan, Presiden Rusia Vladimir Putin langsung menghubungi Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengucapkan belasungkawa serta rasa simpatinya. Presiden Rusia juga berkoordinasi seputar bantuannya untuk melakukan investigasi kecelakaan tersebut secara bersama-sama. Satu hari setelah kecelakaan, Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mendirikan sebuah komisi untuk menyelidiki penyebab kecelakaan. Komisi ini dipimpin oleh Menteri Industri dan Perdagangan, Slyusar Yury. Pada hari sabtu tanggal 12 Mei, dua pesawat Rusia, Ilyushin 76 tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta untuk ikut membantu pencarian jenazah.

Spekulasi penyebab kecelakaan kemudian berhembus, mulai dari kesalahan manusia (pilot maupun petugas komunikasi bandara), pesawat tidak laik terbang, sampai soal perizinan. Spekulasi terbesar adalah soal human error. Hasil uji simulator yang digelar di pusat riset penerbangan Rusia menunjukkan, kesalahan pilot diduga sebagai faktor kecelakaan tersebut. Dalam uji simulator itu disimulasikan berbagai situasi darurat dan disimpulkan bahwa tak ada satu pun dari situasi tersebut yang bisa menyebabkan jatuhnya pesawat. Simulasi ini dilakukan di pusat pelatihan pilot di Zhukovsky, dekat Moskow. Menurut sumber di pusat pelatihan tersebut, sistem Terrain Awareness and Warning System (TAWS) di kokpit pesawat SSJ-100 memberitahukan pilot soal penghalang-penghalang yang akan ditemui. Jika ada bahaya, sistem memasukkan pesan peringatan ke display pusat dan indikator cahaya merah serta tanda peringatan pun menyala. Sistem otomatis juga bisa mengintervensi untuk mencoba membantu pesawat menghindari tabrakan. Karena itu, ada tiga kemungkinan terkait TAWS. Pertama alat itu tidak bekerja, Kedua alat itu dimatikan atau tidak diperhatikan, atau Ketiga alat tersebut memberikan indikasi yang keliru. Namun, hasil test tersebut tidak menggambarkan keadaan saat genting secara utuh. Tetap dibutuhkan black box pesawat untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi sebelum kecelakaan untuk memastikan penyebab kecelakaan.

Ironisnya, masih saja ada orang tidak berhati nurani yang menjadikan peristiwa ini sebagai sebuah guyonan atau joke. Banyak juga yang menyebarkan berita-berita palsu, dan foto-foto korban yang palsu alias hoax. Seakan tak mau ketinggalan, seorang pramugari maskapai pelat merah Rusia, Aeroflot, bahkan memecat seorang pramugarinya yang bernama Ekaterina “Kate” Solovyeva gara-gara mentertawai kecelakaan itu lewat situs micro blogging twitter.

Semoga, tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 ini dapat dijadikan hikmah bagi semua orang, dan bagi keluarga korban diberikan kesabaran, ketabahan, serta keikhlasan. Dan bagi para korban, semoga semua amal ibadah mereka diterima, segala dosa-dosanya diampuni serta diberikan tempat yang selayaknya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Amin.





* * *



* untuk beberapa alasan tertentu dan demi kebaikan bersama, beberapa foto terkait peristiwa tersebut sengaja tidak ditampilkan dalam tulisan ini.

©2012|Yudha743™

No comments:

Post a Comment